Kamis, 26 November 2015

- Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup dan berdiri sendiri. -

Sejak kecil saya hanya mengenal lingkungan keluarga dan teman-teman terdekat. Hingga lulus Sekolah Menengah Atas, saya baru menyadari perihal hidup yang sebenarnya. Bahwa saya hidup tidak sendiri. Untuk apa saya hidup. Ingin seperti apa saya hidup. Dan bagaimana saya hidup.

Saya mulai bisa bebas melakukan kegiatan apa pun yang saya inginkan dan dalam batas kewajaran. Mengikuti beragam kegiatan dan memasuki dunia komunitas. Memperluas dunia yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan.

Sejak kecil saya memang sering merasa iba jika melihat mereka yang kurang beruntung. Hanya sebatas rasa simpati tanpa ada praktek apapun untuk membantu. Saya tidak pernah tahu bagaimana cara untuk membantu mereka. Meski hati ingin sekali walau hanya sekedar menyapa dan berbagi senyum dengan mereka.

Hingga akhirnya saya mendengar sebuah kata 'volunteer'. Dalam hati, saya bertanya, apa itu 'volunteer'? Selama ini saya hanya melakukan hal-hal yang saya sukai tanpa pernah berfikir tentang orang lain. Hingga akhirnya saya tahu, bahwa bahagia bukan hanya milik diri sendiri, tapi juga mereka.

Beruntung saya memiliki teman-teman yang berhati besar dan berjiwa sosial tinggi. Bersama teman-teman di Sekolah Menengah Atas, kami hampir rutin melakukan kegiatan sosial bulanan bersama anak-anak yatim di panti asuhan. Kegiatan ini masih berlangsung hingga kami lulus. Meski kini tak seintens dulu, jika ada waktu dan kesempatan untuk berkumpul, hal ini pasti masih kami lakukan hingga saat ini.

Kemudian, saat saya sudah mulai mengenal dan memasuki beberapa komunitas, saya menemukan arti dan makna dari sebuah kata 'volunteer' atau yang sering disebut relawan. Berawal dari beberapa komunitaslah saya mulai bisa melakukan kegiatan sukarela dengan praktek, bukan hanya sekedar perasaan simpati yang terpendam.

Berawal mengenal sebuah komunitas berbagi. Sederhana, hanya berbagi sebungkus nasi untuk orang-orang yang hanya untuk makan saja harus bekerja keras seharian di jalanan dan tanpa tempat tinggal. Komunitas Berbagi Nasi. Komunitas yang sudah tersebar hampir di banyak daerah di Indonesia.

Komunitas lain yang saya ikuti seperti Klub Buku, Lovebooksalot, Malam Puisi, dan lainnya terkadang juga melakukan kegiatan sosial seperti penggalangan dana atau donasi buku untuk daerah-daerah yang membutuhkan atau terkena musibah bencana.

Penggalangan donasi yang diadakan oleh Lovebooksalot
Pada awal 2015 lalu, saya mengenal sebuah komunitas yang digawangi oleh seorang perempuan, seorang ibu yang tangguh. Yayasan Komunitas Taufan yang berawal dari tangan lembut seorang Ibu bernama Ibu Yanie.

Saya mendaftarkan diri menjadi volunteer untuk acara Hand in Hand Charity Art Festival yang diadakan pada tanggal 15 Februari 2015 oleh Komunitas Taufan dalam rangka hari kanker anak nasional. Mulanya saya pikir akan seperti acara-acara lain yang pernah saya lakukan, jika telah usai maka selesai juga tugas dan tanggung jawab saya di situ. Namun ternyata kali ini berbeda. Tanpa sadar, Yayasan Komunitas Taufan membuat saya jatuh cinta dan terus bertahan menjadi relawan di dalamnya hingga detik ini. Bukan sekedar menjadi relawan, tetapi juga sebuah keluarga, sebuah rumah.
Hand in hand Charity Art Festival
Yayasan Komunitas Taufan adalah sebuah komunitas penggerak relawan dan menjembatani donatur dengan pasien anak kanker dan penyakit beresiko tinggi lainnya. Kecintaan saya pada dunia anak semakin memperkuat alasan saya kenapa saya bisa ada di dalamnya.

Kita, para relawan bertugas untuk menghibur, menemani, menguatkan dan memberi semangat bagi para adik-adik yang sedang berjuang mempertahankan hidupnya. Tapi, kenyataan yang saya rasakan adalah kebalikannya. Merekalah yang justru membuat kami, saya terutama lebih mengenal apa itu arti bersyukur, sabar, ikhlas dan pantang menyerah.

Mereka dengan segala kelemahan dan kekurangan, dengan segala jarum yang menusuk kulit dan puluhan obat-obatan pahit masih dengan semangatnya meneriakkan cita-cita dan mimpi.

Kita tidak perlu menjadi pahlawan atau super hero untuk bisa membantu orang lain. Kita tidak perlu menjadi kaya raya atau pemimpin bangsa untuk bisa memberi kepada orang lain. Yang kita butuh hanyalah sebuah kesadaran dan ketulusan yang murni dari dalan hati. Karena berbagi bukan hanya soal materi.

Menjadi relawan, saya belajar arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Menjadi volunteer, saya belajar arti berbagi yang sebenarnya.

Bukalah mata, bukalah hati. Sebab, bahagia bukan hanya milik kita. Berbagi kebahagiaan bersama akan terasa lebih indah.

Seperti yang telah dikatakan oleh pak Anies Baswedan bahwa, "Relawan tak dibayar bukan karena tak bernilai, tapi karena tak ternilai."

Dan saya, sungguh jatuh cinta serta menikmati dunia yang berlimpah kasih ini. Dunia volunteer yang perlahan menjadi candu.

-Bahagia adalah mereka.-


we are volunteers


IVD2015



@fetihabsari

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates