Senin, 26 Desember 2016



Beberapa bulan lalu sudah merencanakan perjalanan eksplore Banyuwangi di bulan November bersama seseorang. Googling sana-sini hingga mengumpulkan beragam referensi hingga detail pun sudah dilakukan, bahkan dengan pusing mengatur jadwal cuti. Manusia memang bisa berencana banyak hal, namun Tuhan tetap yang maha kuasa. Semua batal. Berakhir.

Kemudian pada tanggal 17-18 Desember 2016, Backpacker Jakarta kembali mengadakan trip Banyuwangi part 9. Tanpa pikir panjang, saya pun langsung mendaftar untuk ikut trip. Di trip kali ini saya mengajak adik satu-satunya.

Kota Banyuwangi telah menjadi salah satu destinasi wisata bagi para wisatawan. Beragam budaya serta tempat wisata yang menyimpan pesona serta keunikannya tersendiri menyebabkan banyaknya wisatawan yang tertarik dan berkunjung ke Kota Banyuwangi. Trip BPJ part 9 ini mengunjungi Pulau Menjangan, Pulau Tabuhan, dan Gunung Ijen.

Gunung Ijen merupakan destinasi yang wajib sekali dikunjungi sebab memiliki fenomena langka di dunia. Gunung Ijen merupakan satu dari dua tempat di dunia yang memiliki fenomena alam langka berupa blue fire. Selain di Gunung Ijen, blue fire bisa ditemui di Islandia.

Pic by Om Wira Depe

Gunung berapi aktif ini terletak di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Memiliki ketinggian 2.443 mdpl, gunung ini lebih populer dengan sebutan wisata kawahnya. Dibalik bahaya yang tersembunyi, Kawah Ijen memiliki pesona yang sangat indah. Danau berwarna hijau kebiruan dengan kabut dan  asap belerang yang memesona.

Kawah Ijen merupakan danau air asam terbesar di dunia dan dikelilingi  oleh kaldera terluas di Pulau Jawa. Kawah Ijen masuk ke dalam wilayah Cagar Alam Taman Wisata Ijen. Setiap dini hari sekitar pukul 02.00 hingga 04.00, fenomena blue fire yang menjadi keunikan dari tempat ini akan muncul di sekitar kawah.

Sekitar pukul 23.00, rombongan BPJ tiba di Paltuding untuk bersiap melakukan trekking wisata Kawah Ijen. Paltuding merupakan gerbang utama wisata Kawah Ijen yang juga merupakan Pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam). Pada pukul 01.30 dini hari dimulailah briefing singkat dari para guide lokal yang akan membimbing perjalanan.

Trekking memakan waktu sekitar 2 jam dengan trek yang menanjak dengan kemiringan sekitar 25-35 derajat dan struktur tanah yang berpasir. Di tengah perjaalanan, kita tiba di Pos Bundar, sebuah tempat yang bisa dijadikan tempat beristirahat sejenak. Saat pagi hari, Pos Bundar akan berubah menjadi sebuah warung yang ramai wisatawan. Setelah Pos bundar, jalur selanjutnya cukup landai dan akan disuguhkan oleh panorama jajaran pegunungan serta hijaunya alam sekitar saat matahari mulai muncul. Tiba di puncak, kita harus turun melalui jalur batuan terjal untuk menuju kawah menyaksikan blue fire dan para penambang yang bekerja dari dekat.


Sebenarnya hampir di semua gunung api aktif memiliki nyala api karena terbakarnya gas metana oleh panas bumi. Namun untuk membentuk sebuah api biru, temperatur perut bumi harus mencapai ribuan derajat celsius. Dan yang unik dari Kawah Gunung Ijen adalah api biru tetap muncul sepanjang malam meski temperaturnya hanya sekitar 600 derajat. Hal tersebut dikarenakan Ijen memiliki kadar belerang yang sangat tinggi.

Di balik melimpahnya pesona yang ditawarkan dari Gunung Ijen, ada hal yang juga menarik perhatian para wisatawan. Para penambang belerang Kawah Ijen yang bertaruh nyawa demi rupiah. Dengan berbalut jaket tipis, tanpa masker dan juga sarung tangan. Di kawah dengan kadar asap beracun yang mencapai lebih dari 40 kali batas aman pernafasan ini mereka menambang bongkahan demi bongkahan untuk dijadikan lembaran rupiah. Setelah belerang cukup terkumpul, dengan memanggul keranjang bambu berisi sekitar 70 kg belerang bahkan lebih, mereka meniti kembali jalur ekstrim yang tidak mudah terlebih dengan beban berat. Sesekali mereka berhenti untuk beristirahat dan menahan pegal serta punggung yang menebal akibat beban berat. Di sini, para wisatawan harus mendahulukan jalan bagi para penambang yang naik atau pun turun.



Jika kalian berkunjung ke Gunung Ijen, jangan ragu untuk menyewa masker dan membeli souvenir yang terbuat dari belerang, serta menggunakan beragam jasa para penambang untuk sekadar menambah sedikit penghasilan mereka. Tidak ada salahnya juga untuk menggunakan penduduk lokal sebagai guide dengan tarif sekitar Rp 150.000. Di sini para penambang juga deengan kreatifnya menggunakan gerobak sebagai kendaraan “taksi” untuk mengangkut wisatawan yang tidak kuat naik atau pun turun gunung dengan tarif Rp 150.000 sekali jalan.

Kawah ijen merupakan penghasil belerang utama di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya penduduk sekitar yang mencari nafkah dengan menambang belerang. Kadar belerangnya yang tinggi ternyata juga menjadi salah satu alasan bagi Gunung Ijen memilki fenomena langka yang hanya ada dua di dunia sehingga menyebabkan banyak wisatawan berbondong-bondong mengunjunginya.



Saat menuruni kawah, kami (saya, adik, dan Kak Wenda) sempat terpisah dari rombongan, namun tidak menyurutkan niat kami untuk tetap turun. Akhirnya kami bertiga tiba di bawah. Mengamati sekitar dan pastinya kegiatan menambang para penambang belerang. Hingga akhirnya suara Om Edy (founder BPJ) teriak-teriak dari atas, "BPJ NAIK, BPJ NAIK !!!"

Entah sebenarnya apa yang terjadi. Yang pasti kami bertiga tidak berkeinginan sedikit pun untuk naik, yang ada malah kami ingin semakin mendekati sumber blue fire. Ternyata cuaca memburuk.

Trip Kawah Ijen BPJ kali ini cukup hectic dengan serangan kabut asap belerang yang tebal dan pekat. Saat tiba di kawah dan tengah menyaksikan fenomena langka, blue fire, kabut tebal dengan gas belerang tiba-tiba muncul dan menyerang, menyebabkan para wisatawan berhamburan menyelamatkan diri masing-masing dengan berusaha naik kembali ke puncak kaldera.

Ada yang berujar bahwa serangan kabut dan asap pekat belerang sehebat ini tidak pernah terjadi selama 21 tahun. Di sini seolah hidup dan mati jaraknya hanya tipis. Jarak pandang yang terbatas serta usaha mengatur pernafasan dari asap belerang yang tebal menjadi sebuah upaya mendapatkan fenomena alam yang langka. Mendaki menggunakan masker tebal sungguh menyiksa pernafasan, sedangkan jika masker dibuka, asap beleranglah yang akan menerjang paru-paru.

Umumnya Belerang tidak berbau dan berasa, asap belerang menyengat yang tercium di Kawah Ijen merupakkan gas Hidrogen Sulfida (H2S). Belerang murni berbentuk zat padat yang berwarna kuning dan banyak digunakan untuk bermacam-macam bahan kimia pokok maupun sebagai bahan pembantu sehingga dijuluki raja kimia.


Yang bisa dilihat hanyalah kabut dan asap tebal yang memenuhi seluruh wilayah Kawah Gunung Ijen, belum lagi gas belerang menyengat yang mudah membuat tenggorokan terasa kering. Bayangkan kondisi kesehatan para penambang yang tanpa peralatan dan perlindungan yang minim. Punggung mereka pun menebal dan memerah akibat meminggul beban berat setiap harinya dengan trek yang tidak mudah. Pagi itu, Tidak ada panorama kawah hijau kebiruan atau pun hamparan kaldera yang membentang. Seluruhnya tertutup kabut asap tebal hingga para wisatawan kembali turun ke Paltuding di temani oleh rintik hujan yang sesekali turun.

Meski di trip Banyuwangi part 9 edisi Kawah Ijen kali ini tidak mendapatkan hasil foto-foto dan panorama yang diharapkan, namun tetap memberikan kesan dan pelajaran berharga bagi setiap peserta. Kekeluargaan yang membuat nyaman serta pelajaran berharga dari para penambang belerang sudah cukup memberi kesan baru bagi trip kali ini. Belum lagi pelajaran berharga perihal kerja keras dan rasa bersyukur yang didapat dari para penambang belerang.

Terima kasih untuk semua teman seperjalanan. Terima kasih untuk geng satu elf yang sudah tidur bersama selama dua hari dua malam. Terima kasih Kak Wenda yang sudah mau menemani saya dan adik saat terpisah dari rombongan dan tetap membimbing. Terima kasih.




Mungkin segala kejadian ini sebuah pertanda bahwa disuruh kembali mengunjungi Ijen lagi suatu saat. Semoga.


See you next trip


Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates